Cerpen "Garis Takdir"

Aku berfikir dengan cinta hidupku akan sedikit tenang, tapi….. permasalahan rumit semakin muncul dibenak kehidupanku. Bukannya aku takabur ya….Allah, memang selalu banyak pilihan teman dalam jiwa, tapi aku akui bahwa cinta yang pernah kurasa hanya pada 2 insan saja. Cinta pujaan pertamaku jatuh pada “Rila”. Aku begitu menyayanginya, kagum dengan sangat suka akan tingkah lakunya, kesopanan, dan penghargaannya serta keterbukaan dia, pandangan matanya membuatku penasaran, nada bicaranya dan kedewasaannya saat didepanku. Tapi...tuhan, mengapa kesenangan itu tak dapat kugapai, malah kau jauhkan kebahagiaan itu dariku???. Dengan hati perih aku harus rela melepaskan segalanya, hanya kesukaanku padanya terus saja bergelenyut dalam jiwaku. Sedangkan cinta yang kedua, tertambat pada orang yang pada mulanya tak pernah kukenal dan Al~hamdulillah masih dapat kupertahankan walau di tengah badai besar. Dalam nuansa baru ini sepertinya sulit untuk menemukan kedamaian dan keselarasan hanya pertengkaran yang selalu ada pada diriku dan dia. Kadang aku menyesal, mengapa aku harus di pertemukan dengan orang seperti itu. Padahal aku bercita** untuk mendapatkan orang yang lebih dewasa pemikirannya dariku, dan bisa mengarahkanku lebih jauh lagi dari keluargaku nantinya. Namun apa boleh buat, terlalu jauh perbedaan “Rila dan Cuevi”. Bukan aku bermaksud membandingkan keduanya, aku tahu bahwa setiap orang pasti mempunyai kekurangan dan kelebihan. Hanya saja yang sangat kusesalkan, Cuevi tidak pernah mengerti akan perasaanku padanya. Kalau masih pertamanya sih, dia merengek~rengek. “Lengah sekali kau bersikap seperti itu padaku?”. Aku ini ibarat anak yang kehilangan induknya. Wah begitu muluk**, setelah masa sekarang dia berubah. Malah makin membuat ulah yang semakin memuakkan dan menyakitiku, sepertinya dia melecehkanku. Dia terlalu menganggapku tergila~gila padanya, padahal kalau kumau bisa saja. Aku bingung ama tingkah laku Cuevi, entah itu sengaja atau tidak. Mungkin saja dia ingin membuatku muak akan tingkah lakunya agar aku membencinya. Tapi tidak, sifat seperti itu bukan tipeku. Na’udu billah, semoga dijauhkan. Sering hatiku mengalah dan menasehatinya, karena kuingin aku dan dia sama** menjadi orang yang baik dan berhasil. Tapi itu percuma, aku tak pernah direken. Aku terlalu ingin masuk ke dalam kehidupannya, karena aku tak rela ia berada di dalam keburukan. Namun, jika ternyata ini tak berguna, apa lagi hanya doa yang kumampu, kuasa~Nya adalah pemberi hidayah. Entah seperti apa sosok aslinya, aku tak tahu. Sejauh pengorbananku tak pernah ada artinya baginya. Aku selalu ingat “Rila” dikala ia menyakitiku. Bersama “Rila” tak ada pertengkaran, malah dia berusaha merendam kemarahanku. Aku begitu damai di dekatnya. Namun berada di sisi Cuevi, tak ubahnya ada di pinggir api yang berkobar, kulit tubuhku seakan terkelopas. Nada bicaranya dan tingkah lakunya jauh dari impian mataku serta jiwaku. Ya…Allah, sampai kapan dia mengerti dan mendamaikan kelaraan jiwaku. Cuevi….terserah kamu. Toh kamu juga punya cinta, tapi cinta dalam penglihatanmu berarti pula menyakiti dirimu sendiri. Sudah cukup aku menyayangimu. Cuevi….., aku berharap kamu tidak menjadi orang lain, semoga sosokmu yang asli dapat kukenal dalam genggaman hatiku. Cuevi…, kamu dekat dijiwaku, tapi terasing dimataku. Pesonamu dulu hanya milikku, sekarang entah milikku pula atau telah terbagi!!!!!!. Keresahan dan ketakutanku tak pernah kau tahu, sebab percuma kalau kamu tidak dapat mengejar setiap menit dari detakannya. Hanya senyum yang akan berusaha ku ukir di matamu, walau hatiku terasa tersayat ketika buka, semua mencabik gendang pendengaranku. Cuevi..., hanya dia yang cukup mengerti akan kesungguhan dan niatku. “Rila“...., doakan aku semoga aku bahagia bersama sahabatku. Ya Allah, akankah Cuevi, menjadi wanita untuku di dunia ini. Aku mohon ubahlah dia menjadi sosok impian hati dan jiwaku.....!!!. Amien....................!!!!!.

0 komentar:

Posting Komentar